Senja itu, ketika aku menunggu matahari tenggelam tiba-tiba teman kecilku menghampiriku di dahan mahoni, aku tidak mendengar kepaknya, ah dia selalu mengendap untuk mendatangiku. Dia adalah burung sekelompok denganku, berwarna gading dengan sayap serupa, tidak ada warna lain di bulunya. Entah mengapa dia datang pada waktu ini, padahal dia tau aku tidak pernah melewatkan saat matahari tinggal separuh, aku enggan bercerita dengannya, tapi dia tetap berceloteh seperti biasa, terpaksa aku larut dalam bincangnya. Akhirnya matahari separuh, aku bersorak menyambutnya, tanpa pamit dengan temanku aku terbang menghampirinya, terbang kawan, aku terbang dengan sayapku, lepas dan inilah impianku. Aku terbang dan ingin rasanya menghentikan waktu agar aku bisa lebih lama terbang mengejar mimpiku, aku ingin teriak agar semua tahu begitu banyak mimpiku. Angin senja membelai bulu putihku, aku memandang cakrawala tanpa batas, disinilah mimpiku akan ku raih. Tiba-tiba teman gading itu menyusul, aku tidak tahu sejak kapan karena aku baru sadar saat matahari hanya siluet dia sudah tersenyum disampingku, aku tidak suka itu, dia merusak mimpiku senja ini. Aku begitu marah dengan tingkahnya, aku diam kembali di dahan mahoni, dan dia masih menemaniku senja ini.
Setelah saat itu, teman gadingku itu selalu datang di pohonku, menemaniku melamun dan terbang bersamaku, bersama semua mimpi dalam benakku. Menurutku, dia tidak pantas terbang mengiringi matahari, karena akan sangat tidak pas warna gadingnya dengan matahari jingga. Rasanya aku ingin teriak, mengadu dalam bebasku.
24 Oktober 2011
0 komentar:
Posting Komentar