Gila

Rabu, 05 Oktober 2011

Dekapan matahari yang masih pagi menyeruak menyelimutiku, bau wangi embun dan kabut malu-malu masih tersisa. Pagi ini masih sama dengan pagi kemarin, dan pula masih seperti pagi sebelumnya. Dia yang memandang tanpa arah hanya sejauh ke depan, dengan tatapan sayu kelopak bertekuk. Yang dulu bergairah memenuhi sekitar dengan ide gila yang tak kunjung punah tak habis menyindir nuansa. Tegas bermadu mimpi dan menghampar impian. Kini, pandangan itu semakin sujud habis dihantam usang. Gersang orang memanggilnya, acuh sekitar melihatnya. Tatapan itu kian jalang, pandangan itu seperti teplok yang meramaikan semarak lampu kota dengan kerlipnya. Tak tahu apa yang menyebabkan sedemikian itu, orang hanya barkasak kusuk tentang gagalnya dia menjalin hubungan. Untung tidak sampai gila, kusuk salah satu yang pandai menyindir, kasian orang tuanya, si gosip menimpali. Lingkungan tidak pernah mengerti sebenarnya mengapa dia dan kenapa. Padahal si kecil abu abu yang ada di kepalanya terus bergerak maju untuk keluar dari drama kehidupannya sendiri, tapi yang lain tak pernah tahu itu. Yang lain hanya mampu mengartikan sebuah pandangan dan sekilas tatapan saja.
05 Oktober 2011  

0 komentar:

Posting Komentar